Setelah tiga hari di Lhokseumawe. Datanglah kawan kawan baru dari Medan yang hendak ke Banda Aceh menonton PSMS berlaga. Dijemputlah aku ketika itu Minggu 28 November 2010. Pagi sekali, kira kira jam 2 pagi, 5 mobil rombongan mereka menghampiri di tepi jalan terminal bis Lhokseumawe. Sesama suporter bercerita ini bercerita itu sampai larut menghantar pagi ke Banda Aceh. Oh iya beberapa hari kedepan Presiden SBY akan datang juga di area perkemahan Gunung Seulawah dalam rangka Jambore Nasional Pramuka. Banyak sekali pagi ini polisi disiagakan. Sampai pagi ini di Banda Aceh, istirahat di kediaman seorang kawan, ternyata dekat dengan hotel ku kemarin menginap. Rasanya tak ada lagi yang harus diceritakan siang ini karena PSMS kalah 1-3 dari Persiraja Banda Aceh. Hanya ada beberapa hal yang membuat senang disana, setelah diarak dari markas SKULL suporter Persiraja sampai stadion, riuh rendah yang aneh kurasakan terjadi di tepian stadion. Dua kubu suporter duduk bersama dalam satu tribun dan bergantian bernyanyi menyemangati klub kebanggaannya. Seperti dihipnotis rasanya, kami bergantian berorasi, bernyanyi dan menari!
Malam berlanjut dan kami bertolak ke Medan. Senang rasanya berada di antara orang orang baru yang ramah dan bersahabat. Beberapa kali istirahat sampai pagi itu mampir di warung nasi kuning pinggir jalan. Dalam gerak cepat 10 menit, dagangan si ibu sudah kandas. Benar benar kelaparan nampaknya kami. Dan ternyata nasi telur hanya 6 ribu rupiah. Normal ternyata disini tak semahal di Banda.
Ketika memasuki perbatasan NAD SUMUT, perjalanan terganggu karena ada bus yang terguling melintang menutupi badan jalan. Alhasil, berjudi dengan waktu dan terik matahari, masuklah kami melalui area perkampungan. Area kampung orang Jawa ternyata, banyak tempat pembuatan batubata disini. Teringat kampung halaman di Pringsewu sana. Sudah masuk kota Medan, sirine dinyalakan membubarkan kerumunan kendaraan yang memacetkan kota Medan. Sampai lah di Kota Medan, istirahat sejenak di seputaran kampus ITM Medan. Sampai akhirnya dijemput keponakan ku. Mandi dan terlelap, entah tak tahu harus apa lagi yang dikerjakan karena mata meminta terpejam ketika itu baru jam 7.
Sebenarnya ingin keliling sana keliling sini selama di Medan. Tapi apa daya, keponakan ku tersebut kuliah. Jadi hanya beberapa waktu saja bisa keluar rumah. Hanya sempat melihat patung Sisingamangaraja, melihat hiruk pikuk kota Medan, dan sekedar minum kopi di sebuah kedai. Panas, ya Medan memang panas. Itu kenapa selama dirumah hanya memakai celana pendek dan kaos dalam saja. Sampai kakak ku ibu dari keponakan ku tersebut kaget ketika sore itu aku pulang ke rumah dengan celana pendek. Beliau tercengang karena aku keluar menemui seseorang di hotel ternama di Medan hanya dengan celana pendek dan kaos oblong. Ah kakak ku ini mungkin belum tahu kebiasaaan ku saja. Jadi aku hanya tersenyum kecil.
Siang itu seharusnya bertemu dengan Gilang Ebe partner SMA ku dulu. Dia kerja di PLN Nias. Siang ini dia ada di Medan. Tapi bukan waktu yang berjodoh, ya tidak jadi bertemu. Toh di Bandung kemarin sudah ketemu.
Pagi ini aku permisi karena kemarin sudah pesan tiket Batavia Medan - Jakarta. 330ribu saja. Tetapi lagi lagi abangku menahan kepulangan ku. Dia hubungi agen langgannannya, alhasil tiket ku dipending sampai tanggal 3. Dua hari lagi harus merasakan kebingungan di Kota Medan. Bingung mau ngapain. Tetapi setidaknya ada kesempatan mencicipi Mie Aceh yang kemarin tidak kesampaian.
Akhirnya tanggal 3 itu tiba. Setelah permisi, keponakannku mengantarkan menuju tempat oleh oleh Bika Ambon dan Roti khas Medan, lupa saya namanya. Aneh ya, jelas jelas dari Medan tapi dibilang bika Ambon. Hujan ternyata saudara saudara, terpaksa berteduh. Owh, ada mie Aceh, mampir disana. Dengan cepat disajikan dan berpindah ke dalam perut. Tapi rasanya tidak begitu enak, mungkin lidahku belum terbiasa. Hujan belum lagi reda, tapi pesawat enggan berlama lama. Setelah mampir membeli oleh oleh, melaju lah ke bandara. Pas waktu rupanya. Tiket ditangan, cek in dan tak lama di ruang tunggu, masuk lah ke lambung pesawat. Lagi kali ini duduk di bangku no 10. Selalu saja di bagian sana kalau naek pesawat.
Headset ditelinga, tarik tudung sweater, musik dimainkan, terlelap di ketinggian.
Malam berlanjut dan kami bertolak ke Medan. Senang rasanya berada di antara orang orang baru yang ramah dan bersahabat. Beberapa kali istirahat sampai pagi itu mampir di warung nasi kuning pinggir jalan. Dalam gerak cepat 10 menit, dagangan si ibu sudah kandas. Benar benar kelaparan nampaknya kami. Dan ternyata nasi telur hanya 6 ribu rupiah. Normal ternyata disini tak semahal di Banda.
Ketika memasuki perbatasan NAD SUMUT, perjalanan terganggu karena ada bus yang terguling melintang menutupi badan jalan. Alhasil, berjudi dengan waktu dan terik matahari, masuklah kami melalui area perkampungan. Area kampung orang Jawa ternyata, banyak tempat pembuatan batubata disini. Teringat kampung halaman di Pringsewu sana. Sudah masuk kota Medan, sirine dinyalakan membubarkan kerumunan kendaraan yang memacetkan kota Medan. Sampai lah di Kota Medan, istirahat sejenak di seputaran kampus ITM Medan. Sampai akhirnya dijemput keponakan ku. Mandi dan terlelap, entah tak tahu harus apa lagi yang dikerjakan karena mata meminta terpejam ketika itu baru jam 7.
Sebenarnya ingin keliling sana keliling sini selama di Medan. Tapi apa daya, keponakan ku tersebut kuliah. Jadi hanya beberapa waktu saja bisa keluar rumah. Hanya sempat melihat patung Sisingamangaraja, melihat hiruk pikuk kota Medan, dan sekedar minum kopi di sebuah kedai. Panas, ya Medan memang panas. Itu kenapa selama dirumah hanya memakai celana pendek dan kaos dalam saja. Sampai kakak ku ibu dari keponakan ku tersebut kaget ketika sore itu aku pulang ke rumah dengan celana pendek. Beliau tercengang karena aku keluar menemui seseorang di hotel ternama di Medan hanya dengan celana pendek dan kaos oblong. Ah kakak ku ini mungkin belum tahu kebiasaaan ku saja. Jadi aku hanya tersenyum kecil.
Siang itu seharusnya bertemu dengan Gilang Ebe partner SMA ku dulu. Dia kerja di PLN Nias. Siang ini dia ada di Medan. Tapi bukan waktu yang berjodoh, ya tidak jadi bertemu. Toh di Bandung kemarin sudah ketemu.
Pagi ini aku permisi karena kemarin sudah pesan tiket Batavia Medan - Jakarta. 330ribu saja. Tetapi lagi lagi abangku menahan kepulangan ku. Dia hubungi agen langgannannya, alhasil tiket ku dipending sampai tanggal 3. Dua hari lagi harus merasakan kebingungan di Kota Medan. Bingung mau ngapain. Tetapi setidaknya ada kesempatan mencicipi Mie Aceh yang kemarin tidak kesampaian.
Akhirnya tanggal 3 itu tiba. Setelah permisi, keponakannku mengantarkan menuju tempat oleh oleh Bika Ambon dan Roti khas Medan, lupa saya namanya. Aneh ya, jelas jelas dari Medan tapi dibilang bika Ambon. Hujan ternyata saudara saudara, terpaksa berteduh. Owh, ada mie Aceh, mampir disana. Dengan cepat disajikan dan berpindah ke dalam perut. Tapi rasanya tidak begitu enak, mungkin lidahku belum terbiasa. Hujan belum lagi reda, tapi pesawat enggan berlama lama. Setelah mampir membeli oleh oleh, melaju lah ke bandara. Pas waktu rupanya. Tiket ditangan, cek in dan tak lama di ruang tunggu, masuk lah ke lambung pesawat. Lagi kali ini duduk di bangku no 10. Selalu saja di bagian sana kalau naek pesawat.
Headset ditelinga, tarik tudung sweater, musik dimainkan, terlelap di ketinggian.
Comments
Post a Comment