Pagi kembali, segar
setelah mandi, sarapan sudah pasti, apalagi ada kopi, hari ini kita ke Gili!!!
Dengan mobil sewaan, 300K sehari, rasanya ini lebih murah untuk keliling Lombok
beberapa hari ini dengan 9 orang di dalamnya. Setelah pamit ke Amak dan Mama
(ibu Rido) maka melaju lah kami ke pusat kota untuk mencari SPBU. Setelah
mengisi perbekalan, putaran roda diarahkan ke Pasar Kuliner Lombok Barat. Untuk
mencicipi jajanan khas Lombok. Air Nira nya bisa menjadi recommended deh kalau
mampir kesini. Banyak buah-buahan segar juga di lokasi ini. Jika beruntung,
kita dapat bercanda tawa dengan orang utan yang jinak di pinggir jalan. Pasar
ini tepatnya berlokasi di perbatasan Lombok Barat juga Lombok Utara. Sebagai
jalan masuk ke dua daerah tersebut, tentunya pasar ini selalu ramai dikunjungi
oleh orang-orang yang melintasi. Selain lokasi yang sejuk, lokasi pasar ini
juga asri dipayungi rindang pepohonan.
Kembali berada di atas
putaran roda, melihat tebing dan gunung berhalamankan hijau padi di sawah.
Jalan berkelok, indah terasa. Bau laut sudah mulai terasa. Hingga masuklah ke
dalam sebuah jalan kecil, dan harus membayar uang parkir 20K di tengah
perjalanan menuju pelabuhan. Setelah membeli tiket 12,5K perorang, maka naiklah
kami ke kapal hendak ke Gili Trawangan. Deburan ombak menambah semarak
pelayaran pendek ini. Bercanda gurau dalam kapal, seolah hanya kami yang berhak
melakukan kegaduhan. Jika merasa terganggu, mohon diharap maklum. Tapi tak
perlulah lelucon itu pula yang kita tampilkan disini. Tak sampai seperempat
jam, kapal telah sampai. Sebentar rupanya berlayar mencapai Gili Trawangan.
Pasir putih menyambut
dengan riang gembira. Tak kalah gembira melihat pelancong asing yang tenang
berbiki berwarna cerah. Amboi, inikah tanah surga itu? Langsung saja tersadar
mendengar denting bel dari delman yang melintas. Nyaris saja tak ada polusi
kendaraan di tanah ini. Hanya sesekali terlihat kepulan asap rokok mengiringi
putaran sepeda. Apa yang mau diceritakan disini? Bangunan-bangunan unik yang
tertata menyediakan fasilitas makan minum ala Eropa. Puluhan penyedia jasa
layanan snorkeling, diving, hingga fast boat menuju Mataram. Beberapa tempat
spa dan pijat tradisional tak luput dari pandangan mata. Dengan rayuan bergaya
Amerika, iklan iklan kendaraan menuju Denpasar dipasarkan. Tak sedikit dari
mereka yang berjemur di bawah terik mentari. Sembari berjalan ke ujung kian
kemari, tak letih mata memandang mereka yang bercanda mesra. Ada yang asik
berenang saja, ada pula yang duduk duduk saja, tak jarang jua yang bercumbu
mesra. Ini kah surga? Letih berjalan ke ujung sana, saatnya kembali berjalan ke
ujung sini. Tak jauh dari dermaga, saatnya melepas dahaga. Sejenak mandi
lepaskan penatnya hari. Semacam lebay ya? Tapi tak apa, toh bule bule itu tak
sungkan bertelanjang dada.
Selepas mandi, siang
turut berganti, saatnya pergi meninggalkan tanah ini. Ingin berlama lama
disini, tapi apa daya hati ingin bergegas menikmati sunset Sengigi. Setelah
antri membeli tiket, segera masuk ke dalam perahu kecil ini. Hampir saja penuh
sesak. Tak ada lagi canda tawa. Mungkin letih semua, ah bukan, tampaknya kawan
kawan sedang kelaparan semua. Baiknya menutup mata meski sejenak. Semacam tidur
tidur ayam, tibalah di dermaga seberang sana. Kembali ke parkiran mobil di tepi
dermaga, tentunya tidak lupa membayar biaya parkir 5ribu rupiah. Bukan maksud
hati tak ingin bercerita betapa eloknya Gili Trawangan itu, tetapi ada baiknya
kalian singgah kemari hitung hitung menikmati sabtu minggu. Kendaraan dipacu
mengejar waktu menuju Sengigi. Nyaris saja sore ketika beberapa orang duduk
cantik di tepi tebing menanti sunset. Semacam Thailand rasanya, ketika di
pinggir jalan ada tempat untuk melihat keindahan alam. Dibawahnya tentulah
lautan luas, dengan garis bibir pantai yang berbatas. Tapi bukan ini mimpi
kami. Tiba di Sengigi, membayar retribusi seribu rupiah per kepala, masuklah ke
bibir pantai yang lebih ramai. Puluhan pengunjung masih asik berenang kian
kemari. Ada yang naik kano, berenang dengan ban, sampai yang berkeliling
menaiki sampan. Kesannya kumuh karena sampah dimana mana. 3 porsi sate bulayak
dengan cepat berpindah ke dalam perut. Juga beberapa bungkus kacang. Entah
berapa harganya, saya lupa. Beberapa kawan memutuskan menikmati kano, sedang
lainnya berjalan menuju areal surfing. Tampaknya tak ada yang turun sore ini.
Baiklah menikmati sunset yang malu malu. Indah hanya 5 huruf ini yang bisa
meluncur di kepala. Hampir satu jam menikmatinya, saatnya melanjutkan
perjalanan ke Jerowaru. Selamat tinggal Sengigi, selamat tinggal papan papan
bertuliskan selain tamu hotel dilarang masuk ke areal ini.
Comments
Post a Comment