Hari ini tak perlu
menyewa kendaraan, selepas mandi kami akan menuju Air Terjun Benang Kelambu.
Dengan kendaraan pick up bak terbuka sebagai penuntunnya. Tak lupa kami
dibekali nasi, sayur serta ayam sebagai lauknya. Jalanan semula beraspal tebal,
kembali menjadi bebatuan. Kira kira 40 menit berada di jalanan kami bertemu
turis asing, “Where do you going?” “Benang Stukel Waterfall”, “Follow me”. Kedua
gadis manis itu turut mengikuti kami dari belakang dengan kendaraan matik
mereka. Tak lama mereka kemudian berhenti, karena alur kami membingunkan
mereka. Mungkin tidak sesuai dengan peta mereka. Di tikungan terakhir mereka
tak lagi terlihat setelah 10 menit rasanya mengikuti kami. Ternyata Air Terjun
Benang Setukel dan Benang Kelambu itu tidak lah berjauhan.Setelah menapaki
jalan mendaki dan berlumpur tibalah kami di depan pintu masuk lokasi tersebut.
Dengan membayar retribusi sebesar seribu rupiah per orang maka kendaraan kami
parkirkan di halaman depan. Belum tampak kalau ada tanda tanda air terjun di
sekitar sini. Jalan setapak bertemankan warung makanan tradisional jelas di
depan pandangan mata. Jalan semakin menurun, tak kurang dari 300meter berjalan
didapatilah sebuah air terjun dari kejauhan. Yeahh lama tak melihat air terjun
sekarang bertemu juga disini. Jalan setapak bertangga tangga tampaknya sengaja
dibangun agar kita mudah mencapai lokasi ini. Di air terjun ini banyak sekali
pengunjung ternyata. Mungkin karena sangat mudah ditempuh. Ada yang asik mandi,
ada yang berfoto ria, bahkan ada yang masih takut dengan dinginnya air. Ada
beberapa wisatawan mancanegara yang turut serta meramaikan lokasi ini.
Tak lama kami disini
karena kawan kawan mengajak menuju air terjun yang lebih indah katanya. Di awal
saya merasa ragu karena perjalanan mendaki dan hanya setapak saja. Keragu
raguanku sementara hilang perlahan karena melihat beberapa gubug yang
menjajakan makanan dan minuman. Pertanyaannya adalah tidak mungkin ada pedagang
disini kalau tidak ada pengunjung yang datang. Berarti tidak perlu was was
menapaki jalur ini. Setengah terengah engah kembali menapaki jalan yang sedikit
licin selepas diguyur hujan. Sedang asik berjalan tiba tiba konsentrasi buyar
karena ada suara muncul dari balik rerumputan. Nyaris saja saya melompat ke
jurang. Hahahahaha rupanya ada kera yang
tak sengaja bersembunyi di balik rerumputan. Suaranya tadi “wammmmhhh”
Hahaha jadi bahan lelucon saja kekagetan tadi. Tak lama berjalan, kami
menyusuri titian jembatan dari batang kayu. Kalau dibawah ini adalah aliran
sungai, berarti tidaklah jauh lagi air terjun tersebut. Semakin bergegas karena hari turut mendung.
Di balik tikungan terdapat warung tenda lagi. Setelahnya kemudian berjejer
beberapa warung tenda, semakin dekat rupanya. Setelah jalan menurun maka
didapati undak undakan tangga dari batu dan semen yang lebih rapih. Dalam hati,
menuruninya akan mudah, bagaimana nanti menapaki jalan kembali? Aih lupakan
yang penting sampai dulu, perkara kembali urusan nanti. Belum lagi sampai ke
tepi, air terjun itu sudah menggoda mata. Decak kagum menyaksikan air yang
turun dari tebing itu. Betapa sejuk dan syahdu lokasi ini. Ingin cepat kaki melangkah
ke bawah. Baru saja tubuh mendekati air yang dingin, hujan mulai mengiringi
waktu. Tak lama kamera mengabadikannya. Kesegaran yang tak terkira, dinginnya
menusuk tulang. Badan serasa dipijit jika berada di bawah curahannya. Dingin
tak lagi terasa karena canda tawa. Benar benar air terjun yang tersembunyi. Rencana
makan di tepi air terjun ini dibatalkan sementara karena hujan masih turun.
Nyaman sekali tubuh ini rasanya setelah digosok dengan batu. Berendam di aliran
sungainya serasa mandi di dalam genangan air es. Dinginnya air hujan kini
dikalahkan oleh kesejukan air terjun ini. Pepohonan yang masih menemani dengan
rindangnya tak bertepi menambah syahdu suasana. Tak lama memang kami disini
tetapi sebentar saja sudah seperti menikmati waktu yang lama di lokasi ini.
Setelah mandi meski tak puas, kami beranjak kembali ke atas. Letihnya
sepertinya tak terasa, anak anak tangga meski payah seperti mudah ditapaki.
Tepat di warung tenda pertama kami mampir dan singgah. Saatnya menggelar makan
siang ditemani rinai hujan. Dengan lahap sayur dan ayam serta nasi yang masih
hangat ini berpindah tangan. Tahu dan sambal yang sedari tadi menggoda turut
menghiasi bibir siang ini. Setelah menghabiskan kopi yang dipesan kami bergegas
kembali. Sembari ditemani kesah selama minum kopi tadi. Dengan berjalan santai,
tanpa kaos di badan, kembali menuju lokasi parkir kendaraan. Dua kali kami
berpapasan dengan rombongan lainnya. Tampaknya rombongan pertama yang kami sapa
dari daerah Jawa karena logat Sunda yang kental serta logat Jawa yang masih
baku. Rombongan kedua adalah keluarga yang tak tertebak dari mana mereka J.
Sampai juga di dasar, setelah mencuci kaki dan berpamitan dengan air terjun
pertama tadi, segera kami kembali.
Comments
Post a Comment