Tiba di kediaman Rido,
mandi dan bersih bersih diri. Kali ini Amak sedikit kecewa karena kami besok
sudah bertolak dari Lombok. Biasanya setiap yang datang kemari, maka akan ada
jamuan besar. Lagi dan lagi kami menikmati santap malam khas Lombok. Ada
beragam makanan disini, ada ikan yang digiling kemudian dijadikan sate. Ada
juga sayur terong. Malam itu ternyata Amak mengundang pemain ketipung dan
gambus untuk menikmati malam tahun baru. Alhasil kami menikmati lagu lagu khas
Lombok. Sesekali kawan kawan Amak, bapak tua itu berdiri menari. Perfect
sekali, seperti penari yang sangat terlatih. Gerakan tangan yang gemulai,
sesekali goyang pinggul yang menawan menghasilkan gelak tawa di ruangan ini.
Hingga tahun berganti kami masih menikmati lantunan mesra musik tradisional
Sasak ini. Tak berakhir di ruangan itu, kami pindah lokasi di teras luar, di
atas gubuk kecil. Hampir pagi, mama ternyata membuatkan kami nasi goreng
tumpeng khas Sasak.
Sempurna, malam yang sempurna. Tidak ada kemegahan kemajuan
jaman, tetapi budaya yang sangat dikedepankan. Hingga lelap mengantar kami ke
peraduan. Ketika pagi datang, kami dibangunkan oleh harum mewangi masakan
dapur. Ternyata makanan sudah dihidangkan tepat di samping kami tidur. Dengan
lahap makanan disantap. Wajah yang sayu terlihat pada beberapa kawan karena
mungkin enggan berpisah dengan Lombok. Selepas makan kemudian kami menyaksikan
video rekaman pergelaran seni budaya di kampus UMY Yogyakarta. Amak sedikit
kagum melihat putranya yang mempertunjukkan tarian khas Sasak dalam pergelaran
tersebut. Saya pun sangat kagum melihat anak muda disana mempertontonkan budaya
daerahnya masing masing. Dari Aceh sampai ke Ambon sana. Siang itu dihabiskan
dengan berkaraoke ria bersama Amak. Menjelang sore, kami menikmati santapan
terakhir di Lombok. Kali ini cukup besar ya kami makan besar. Berbagai jenis
ikan dengan beragam jenis masakannya dihidangkan. Ada juga beberapa jenis
masakan ayam. Sayur dan sambal tidaklah lupa menemani tempe goreng. Segelas jus
turut mewarnai makan bersama sore itu.
Menjelang sore kami
berpamitan, Amak mengantarkan kami ke Pelabuhan. Dengan berat kami bersalaman
dengan Amak di pelabuhan. Sembari sesekali melihat ke belakang menatap Amak
yang berlalu di atas Kijang itu. Hati hati bila di Pelabuhan Lembar, jika
ditawari tiket oleh calo, jangan mau bila dipaksa membayar harga di atas tarif.
Anehnya bila kita membeli tiket, tiket tidak diberikan ke kita. Sepertinya ada
permainan dengan petugas pelabuhan. Sedihnya negeri ini. Segera kami naik ke
atas kapal. Kembali menikmati senja di atas kapal. Terimakasih Lombok atas hari
hari ini.
Tiba di Padang Bay,
seorang supir merayu memaksa kami untuk menggunakan mobilnya. Kami ngotot 25K
per orang, meski beliau meminta lebih. Sebenarnya itu juga sudah termasuk
mahal. Bahkan rombongan lain di sekitar kami meminta 35K sampai ke Gilimanuk.
Tapi sudahlah, 25K sampai Ubung, mau sudah tidak ya tak mengapa. Kemudian deal
lah, tetapi mobil tak muat karena sudah ada penumpang satu di depan. Dengan
tidak memiliki rasa pri kemanusiaan maka di turunkanlah penumpang tersebut. Dan
tanpa dosa, naiklah kami semua. Tiba di Ubung sebuah bus kecil telah menanti.
Setelah nego dengan calo didapatlah 20K sampai Gilimanuk. Ketika bus berjalan,
ternyata kondekturnya terkejut karena dikatakan calo tersebut 25K. Tetapi tetap
diterimanya 20K per orang. Nanti jika ditanya supir, katakan saja demikian 20K
deal dengan calo. Gilimanuk saat itu macet parah. Sehingga kami berjalan kaki
sejauh 1km ke pelabuhan. Dan benar saja bahwa pengunjung saat itu sedang
membludak. Untung kami tak berangkat dari Lombok siang, jika siang maka kami
akan mendapati macet sejak sore dari Ubud. Sembari menyaksikan hiruk pikuk
pelabuhan, maka melihat lihat sarung dan kain Bali adalah pilihan. Jam 3 subuh
kami naik kapal dan mulai berlayar (padahal gak pake layar kan?) Kurang dari
jam 4 subuh kami tiba di Ketapang. Sembari membeli perbekalan, kembali kami
menumpang kamar mandi di minimarket dekat pelabuhan. Hampir jam lima subuh kami
bergegas ke stasiun. Karena tiket Sri Tanjung hanya tersedia 7 buah, maka kami
putuskan naik kereta ke Malang jam 5 subuh. Sepanjang perjalanan kami hanya
tidur dan tidur. Tiba di Stasiun Malang Kota kami melanjutkan perjalanan ke
terminal karena tidak mendapatkan tiket kereta Malabar ke Jogja. 9 orang
dikenai tarif 27K. Karena di terminal kami tidak mendapati lagi tiket bus ke
Jogja maka kami berpikir sejenak sembari makan siang di terminal. Adapun tiket
bus ditawarkan 130K. Bah mahalnya. Setelah menelpon agen bus, didapatlah tiket
100K. Kemudian kami merapat ke minimarket setempat, seperti biasa menumpang
kamar mandi. Beberapa kawan di Malang menyambangi kami, silaturahmi bukan sekedar
berbasa basi J.
Tepat jam 7 kami di telp pihak transportasi, ternyata tadi salah kaprah, kami
pikir akan naik Rosalia Indah, ternyata naik minibus dari travel Dewata Indah.
Tapi baiklah yang penting door to door sampai Jogja. Entah di daerah mana ini,
akhirnya kami berhenti istirahat makan. Selepas makan prasmanan, Rido
menyumbangkan beberapa buah lagu dengan diiringin musik orkes di depan rumah
makan, aih sedapnya malam ini. Lanjut perjalanan, tak terasa tiba di hadapan
Jogjakarta.
Senang berjalan dengan
kalian, Poltak, Ilka, Jali, Rido, Hambali, Eko, Alex, Koko. Next time kita
jalan lagi.
Comments
Post a Comment