Saya sendiri berdomisili di Banda Aceh, Nangroe Aceh Darussalam. Ini
pengalaman saya berlebaran di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat.
Setelah sholat Ied, Kamis (8/8), jalanan sepi. Tidak tampak warga lalu lalang. Jalan masuk ke Jorong Surau di Kabupaten Dharmasraya ini nyaris sepi. Padahal beberapa hari sebelumnya ketika saya berkunjung ke Jorong Surau, jalanan tampak ramai.
Sayup-sayup terdengar suara musik tradisional Minangkabau di telinga. Rupanya warga sedang berkumpul di pusat suara. Terlihat dari jauh kerumunan warga mengelilingi lapangan. Ternyata sedang ada kegiatan di Jorong Surau, tepatnya di depan gedung balai desa.
Penyelenggaraan kegiatan berkumpul ini dalam rangka perayaan Idul Fitri sekaligus ajang bersilaturahim warga Jorong Surau. Warga yang merantau dapat dengan mudah bersilaturahim saat itu. Terdengar canda tawa warga yang lama tak bersua.
Tarian pun dipertunjukkan. Pembawa acara menjelaskan makna dari tarian yang baru saja berlangsung. Tari piring, tari payung dan dan tari persembahan yang sudah lama tidak ditampilkan. Penarinya adalah remaj Jorong Surau dalam balutan busana Minangkabau. Setelah itu dilanjutkan dengan pergelaran seni lainnya.
Gelak tawa penonton muncul ketika ada penari yang salah dalam melakukan gerakan tarinya. Anak-anak Jorong Surau bukanlah penari profesional, hanya dengan latihan beberapa kali saja sudah terlihat kekompakannya.
Satu yang menjadi perhatian khusus dari saya, anak-anak Jorong Surau terlihat sangat percaya diri dalam memerankan bagiannya dalam pergeleran seni tradisional saat itu. Meski ada beberapa kesalahan, tetapi mereka tidak menghiraukan bahkan melanjutkan ke gerak lainnya. Sungguh sangat percaya diri sekali.
Setelah tarian berlangsung, acara diselingi dengan sambutan orang tua Jorong Surau. Petatah petitih terlampir sebagai pesan dalam merayakan Idul Fitri. Tak jarang pesan yang disampaikan berupa pantun Minangkabau yang mengundang decak.
Menjelang sore, acara diakhiri dengan pergelaran sandiwara Siti Nurbaya. Disini terlihat benar betapa anak-anak Jorong Surau memiliki seni bakat peran yang terpendam. Cerita Siti Nurbaya nyaris sama seperti yang ada di buku aslinya. Suara musik latar turut mendampingi cerita tersebut menambah kemeriahan. Tidak melulu cerita daerah itu diceritakan dengan monolog yang membosankan. Anak-anak Jorong Surau menyisipkan sedikit lelucon dalam pergelaran sandiwara Siti Nurbaya. Alhasil gelak tawa penonton muncul di sela-sela pertunjukkan.
Rangkaian kegiatan tersebut sebenarnya akan berlangsung hingga beberapa hari kedepan. Malam harinya kegiatan masih bertajuk pergelaran seni. Beberapa hari ke depan dilangsungkan pertandingan olahraga seperti sepakbola, futsal, volley juga ada olahraga khas Minangkabau yaitu sepak rago yang mirip sepak takraw.
Rangkaian acara Idul Fitri yang penuh kedamaian dan kekompakan dan silaturrahim. Sebuah kenangan yang tidak terlupakan pula. Jaya terus warga Jorong Surau, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. (Henri Sinurat, Banda Aceh)
Dimuat pada kliksumbar.com
Setelah sholat Ied, Kamis (8/8), jalanan sepi. Tidak tampak warga lalu lalang. Jalan masuk ke Jorong Surau di Kabupaten Dharmasraya ini nyaris sepi. Padahal beberapa hari sebelumnya ketika saya berkunjung ke Jorong Surau, jalanan tampak ramai.
Sayup-sayup terdengar suara musik tradisional Minangkabau di telinga. Rupanya warga sedang berkumpul di pusat suara. Terlihat dari jauh kerumunan warga mengelilingi lapangan. Ternyata sedang ada kegiatan di Jorong Surau, tepatnya di depan gedung balai desa.
Penyelenggaraan kegiatan berkumpul ini dalam rangka perayaan Idul Fitri sekaligus ajang bersilaturahim warga Jorong Surau. Warga yang merantau dapat dengan mudah bersilaturahim saat itu. Terdengar canda tawa warga yang lama tak bersua.
Tarian pun dipertunjukkan. Pembawa acara menjelaskan makna dari tarian yang baru saja berlangsung. Tari piring, tari payung dan dan tari persembahan yang sudah lama tidak ditampilkan. Penarinya adalah remaj Jorong Surau dalam balutan busana Minangkabau. Setelah itu dilanjutkan dengan pergelaran seni lainnya.
Gelak tawa penonton muncul ketika ada penari yang salah dalam melakukan gerakan tarinya. Anak-anak Jorong Surau bukanlah penari profesional, hanya dengan latihan beberapa kali saja sudah terlihat kekompakannya.
Satu yang menjadi perhatian khusus dari saya, anak-anak Jorong Surau terlihat sangat percaya diri dalam memerankan bagiannya dalam pergeleran seni tradisional saat itu. Meski ada beberapa kesalahan, tetapi mereka tidak menghiraukan bahkan melanjutkan ke gerak lainnya. Sungguh sangat percaya diri sekali.
Setelah tarian berlangsung, acara diselingi dengan sambutan orang tua Jorong Surau. Petatah petitih terlampir sebagai pesan dalam merayakan Idul Fitri. Tak jarang pesan yang disampaikan berupa pantun Minangkabau yang mengundang decak.
Menjelang sore, acara diakhiri dengan pergelaran sandiwara Siti Nurbaya. Disini terlihat benar betapa anak-anak Jorong Surau memiliki seni bakat peran yang terpendam. Cerita Siti Nurbaya nyaris sama seperti yang ada di buku aslinya. Suara musik latar turut mendampingi cerita tersebut menambah kemeriahan. Tidak melulu cerita daerah itu diceritakan dengan monolog yang membosankan. Anak-anak Jorong Surau menyisipkan sedikit lelucon dalam pergelaran sandiwara Siti Nurbaya. Alhasil gelak tawa penonton muncul di sela-sela pertunjukkan.
Rangkaian kegiatan tersebut sebenarnya akan berlangsung hingga beberapa hari kedepan. Malam harinya kegiatan masih bertajuk pergelaran seni. Beberapa hari ke depan dilangsungkan pertandingan olahraga seperti sepakbola, futsal, volley juga ada olahraga khas Minangkabau yaitu sepak rago yang mirip sepak takraw.
Rangkaian acara Idul Fitri yang penuh kedamaian dan kekompakan dan silaturrahim. Sebuah kenangan yang tidak terlupakan pula. Jaya terus warga Jorong Surau, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. (Henri Sinurat, Banda Aceh)
Dimuat pada kliksumbar.com
Comments
Post a Comment