Timphan
bagi penduduk Aceh jajanan ini tidaklah asing di telinga. Makanan ringan satu
ini kerap kita temui pada penjual jajanan di pasar tradisional. Bagi anda yang
pernah mengunjungi Kede Kupi, juga tidak asing dengan timphan. Makanan berbalut
daun pisang muda ini biasanya turut disajikan bersama dengan minuman yang kita
pesan. Jajanan yang dibalut dengan daun pisang berwarna kuning ini membuat kita
penasaran akan isi dan rasa yang terkandung di dalamnya. Sebenarnya bentuk
makanan ini pernah saya temui juga di beberapa daerah di Pulau Jawa sana, hanya
saja rasa yang membuatnya berbeda.
Timphan Asoe Kaya sangat berbeda dengan makanan sejenis di tempat lain,
karena di dalamnya berisi srikaya. Bahkan tidak jarang kita temui modifikasi
racikan dengan memasukkan durian ke dalamnya. Jika kita belum pernah mencoba
timphan tentunya akan malas menyentuh makanan ini karena balutan daun pisang
yang selalu basah. Mungkin karena sedikit lengket membuat orang-orang enggan
menyentuhnya. Tetapi bila sekali mencobanya, tidak jarang yang ingin makan
kembali.
Menurut
Wikipedia timphan terbuat dari tepung, pisang, dan santan. Mungkin pisang
dijadikan bahan timphan agar makanan ini tetap lembab. Jika timphan sudah
kering akan mengurangi cita rasa di dalamnya. Tepung, pisang, dan santan diaduk
menjadi satu hingga kenyal. Dibentuk memanjang sebelum dibungkus dengan daun
pisang. Beberapa timphan yang saya temui biasanya berukuran panjang satu jari
telunjuk dan lebar satu ruas jari dengan ketebalan 1cm. Pernah saya tanyakan
apakah bisa lebih besar lagi? Bisa saja akan tetapi akan memakan waktu lebih
lama dalam proses memasaknya. Setelah adonan timphan tersebut sudah jadi
barulah dimasukkan srikaya atau durian ke dalamnya. Baru kemudian dibalut
dengan daun pisang. Setelah terbungkus daun pisang, timphan dikukus.
Menilik
bisnis timphan di kalangan masyarakat Aceh yang kian merebak, bukan tidak
mungkin produk ini dijadikan oleh-oleh bagi masyarakat yang berkunjung ke Aceh.
Timphan dapat bertahan hingga tiga hari. Sehingga dapat kita bawa dalam
bepergian. Untuk menjaga cita rasa tentunya tetap menjaga timphan dalam kondisi
suhu yang tidak panas. Pada awalnya saya tidak terlalu peduli dengan timphan
Aceh. Tetapi ketika Dhiyaul Farhan kawan di Banda Aceh memasarkan jajanan satu ini
hingga ke Medan dan Jakarta membuat saya kagum akan timphan. Sudah semestinya
ada ole-oleh jajanan yang menjadi ciri khas salah satu kota tujuan. Timphan
kedepannya bisa dijadikan ikon oleh-oleh masyarakat Aceh. Oh iya, saya pikir kali pertama saya mendengar
Timphan Asoe Kaya, merupakan nama yang dibuat menjadi ciri khas produk,
ternyata Timphan Asoe Kaya merupakan kesatuan nama dari jajanan tersebut.
Mungkin ke depan rasa timphan dapat dimodifikasi berisikan coklat, strawberry
atau rasa lainnya. Bukan tidak mungkin jika timphan menjadi go internasional
layakanya jajanan di kota lainnya. Jika penasaran dengan timphan bisa singgah
ke kede kupi atau hubungi Farhan saja, nih akun twitternya @timphanasoekaya CP 085260167242, PIN 751EC6DA.
Comments
Post a Comment