Sudah menjadi rutinitas bagi masyarakat Banda Aceh untuk menyaksikan Pawai 1 Muharam. Selain merayakan Hari Besar bagi umat Muslim, kegiatan ini juga mejadi ajang silaturahmi setiap warga masyarakat yang kerap disibukkan dengan kegiatan sehari-hari. Menonton pawai menjadi hiburan murah meriah bersama keluarga karena tidak dipungut biaya. Trotoar di beberapa ruas jalan yang menjadi rute pawai dipenuhi ribuan pasang mata warga Banda Aceh.
Ini merupakan kali pertama saya menonton Pawai 1 Muharam. Di Banda Aceh sendiri terdapat beberapa pawai yang rutin diselenggarakan. Pawai 17 Agustus, Pawai Takbir, Pawai 1 Muharam. Awalnya pawai ini seperti biasa saja karena terlihat konvoi barisan pelajar-pelajar di Banda Aceh. Kenapa saya katakan biasa saja, karena di beberapa pawai yang pernah saya lihat, hal seperti ini kerap dipentaskan. Meski demikian hal ini tidak menyurutkan niat untuk menikmati tanggal merah yang satu ini. Berbagai peserta mementaskan beragam busana muslim hingga busana khas tradisional Aceh. Jika diperhatikan lebih dalam, pawai ini tetaplah unik karena belum tentu saya melihat beragam pakaian seperti ini di tempat lain. Lambang-lambang institusi pendidikan maupun instansi pemerintahan yang berpartisipasi mengawali barisan setiap barikade nya.
Riuh rendah musik yang mengalun mengiringi setiap langkah peserta pawai. Sesekali saya mendengar musik ala Turki. Benar saja, ada penari yang berputar-putar sambil bergerak berpindah mengikuti alur jalan seperti penari tradisional Turki. Tidak hanya itu saja, ada beberapa kendaraan yang dimodifikasi menjadi angkutan yang lebih menarik dan membawa para pemain alat musik tradisional. Seperti yang saya lihat pada rombongan Rapai Pasee. Rapai ini sejenis permainan alat musik khas Nanggroe Aceh Darussallam dan menyanyikan pantun dan syair nasehat berbahasa Aceh maupun bahasa Arab. Diiringin semacam rebana besar yang tidak lazim.
Sepintas saya merasa terganggu karena menyeruak bau kotoran hewan yang sangat menyengat. Menjadi aneh bagi saya karena ada kotoran hewan di jalur pawai. Berdasarkan cerita bapak di sebelah saya, dapat saya ketahui bahwa kotoran tersebut berasal dari Gajah yang ikut pawai. Karena penasaran, maka saya mencari tahu dimana gajah itu berada. Ada tiga ekor gajah yang diikutsertakan dalam pawai kali ini. Selain ditunggangi sang pawang, gajah-gajah tersebut mengangkut orang-orang berpakaian khas daerah Aceh. Gajah-gajah tersebut juga dipercantik dengan kain berwarna kuning emas. Setelah saya perhatikan, kotoran hewan tadi berasal dari pencernaan gajah yang memakan tebu. Tebu-tebu ini yang dijadikan alat pemancing agar gajah tetap tenang dan berjalan mengikuti alur pawai. Menarik bukan, pawai kali ini?
sangat bagus, semoga kegiatan ini selalu diadakan ya
ReplyDelete