Setelah meninggalkan Wat Phra Si Sanphet pikiran saya terus menerus dihinggapi gambar Kepala Patung Budha pada akar pohon. Ah masa iya sih ada kepala patung yang tersimpan rapih di akar pohon. Sebenarnya saya harus percaya karena sudah melihatnya di media sosial. Ingin beranjak dengan cepat, tetapi Ayutthaya siang ini sangat terik luar biasa. Untungnya jalan yang disediakan sebagai pedestrian dipayungi lebatnya pepohonan. Ketika angin berhembus, amboi sungguh sejuk. Sayangnya tidak terlihat penjaja asongan di sepanjang pedestrian ini. Andai saja ada starling ya, Starbak Keliling seperti di Kota Tua. Mau juga menikmati segelas teh dingin. Kalau di Banda Aceh teh dingin adalah sebutan untuk es teh manis dingin. Beruntungnya lagi siang itu pengunjung tidak terlalu ramai. Jalanan cenderung sepi, tak seramai pagi tadi. Mungkin karena sudah siang, lagi terik.
Akhirnya saya berada di ujung jalan. Ini terlihat dari sebuah pintu masuk di hadapan mata. Benar sekali, tadi saya masuk dari pintu belakang. Jadilah seolah saya melawan arus pengunjung lainnya. Di sebuah bangunan yang menyerupai pos penjagaan saya dihadang oleh petugas. Setelah menunjukkan sebuah tiket masuk, beliau lantas mengijinkan. Dari Bapak tersebut saya juga semakin yakin jika sekali membeli tiket di Ayutthaya akan bebas masuk ke tempat wisata lainnya. Seperti tiket terusan yang berlaku seharian penuh. Beliau juga yang memberitahukan keberadaan Patung Budha di akar pohon. Seperti mengusir, beliau menyuruh untuk cepat cepat. Benar saja, ternyata terlihat ada rombongan besar yang akan masuk ke wilayah ini. Tentu akan menghambat jika ingin mengabadikan gambar dengan santai.
Beberapa pengunjung terlihat berkerumun pada sebuah pohon tidak jauh dari keberadaan penjaga tadi. Sepertinya pohon ini yang menjadi tujuan saya kali ini ke Thailand. Yang didamba-dambakan karena belum berhasil menjejakkan kaki di Srilanka. Pohon Bodhi ini mirip sekali dengan Pohon Bodhi yang terletak di Sri Lanka. Sebuah Patung Kepala Budha terlihat menyembulkan dirinya dari balik batang pohon. Jujur saya bingung apakah ini batang pohon atau akar pohon. Karena bentuknya yang tidak beraturan. Sayang sekali yang tersisa dari patung ini hanyalah tinggal kepala saja. Potongan tubuh lainnya hilang dicuri ketika Ayutthaya belum menjadi heritage yang diakui UNESCO. Samar saya dengar dari serang guide di sebelah yang menceritakan kisah bahwa banyak patung-patung yang hilang dicuri ketika kawasan ini belum menjadi pusat wisata.Ada rasa senang bercampur kesal ketika melihat beberapa patung lainnya seperti kehilangan kepala atau potongan tubuh lainnya. Tapi rasa kagum itu muncul ketika melihat patung-patung ini berhasil diukir oleh pemahat pemahat yang terampil. Pasti dibutuhkan waktu dan tenaga yang terampil untuk membuat sebuah patung. Uniknya lagi bahwa patung-patung ini tidak dibuat di lokasi, melainkan dipindahkan dari satu tempat bahkan tempat lainnya.
Tiba tiba pundah saya ditepuk oleh seorang pemandu. Saya sempat berpikir apa gerangan, apakah ada perbuatan salah yang terjadi. Ternyata ketika saya berswafoto dengan Patung Budha tersebut, beliau menyarankan untuk duduk. Sehingga posisi kepala kita akan sejajar dengan Patung Budha di Pohon Bodhi tersebut. Untunglah diingatkan. Kawan kawan yang nantinya kesana, saya sarankan untuk mengikuti adab atau kebiasaan disana. Sebenarnya ingin berlama-lama menikmati eratnya pelukan Pohon Bodhi terhadap Patung Budha disana. Tetapi suasanya tiba tiba menjadi ramai. Rombongan wisatawan yang datang di belakang saya sudah tiba. Melihat dari google map ternyata loket minibus ke Bangkok tidak terlalu jauh dari sini. Lagu Durini Dapdap dari Simalungun akhirnya menemani jalan kaki siang itu, menyusuri teriknya panas di trotoar. Ini kububuhkan sedikit lirik lagu dan terjemahannya.
Comments
Post a Comment