Sekali lagi, saya kembali melanjutkan laju sepeda motor. Sebelumnya saya berpikir bahwa kedai kopi tujuan saya berada di belakang Kantor Pos Besar di Jalan Asia Afrika Bandung. Ternyata google maps menunjukkan tempat yang berbeda. Ada sedikit keraguan ketika hendak mendorong sepeda motor menuju arah yang berlawanan. Ah tetapi ini sedang di Bandung, rasanya malu untuk melakukannya. Kembali sepeda motor saya arahkan menuju ke Jalan Braga. Selanjutnya ke arah kanan menuju kembali ke Jalan Asia Afrika. Sebelumnya saya mengingat ingat bahwa pernah makan di Mie Dadeng, tepat sebelum di Jalan Braga. Akhirnya kembali melintasi Mesjid Agung. Di sekitarnya banyak bus kota yang sedang menaikkan pelanggan. Kali ini saya tidak berbelok di Kantor Pos, melainkan lurus terus ke arah Jalan Sudirman. Tepat di sebuah persimpangan setelah Kantor Pos, saya berbelok ke arah kanan. Kini laju kendaraan mulai saya ajak untuk perlahan. Mengingat saya belum tahu dimana kedai kopi yang akan disinggahi.
Pagi tadi Egi dari Soreang menghubungi untuk menikmati kopi di kedai ini. Lokasinya sebenarnya sangat strategis karena nyaris berada di pusat kota. Hanya saja ada tantangan tersendiri jika datang kemari. Kedai kopi ini nyaris tidak mempunyai lahan parkir. Saya terpaksa menumpang di lapak parkir toko sebelah. Jika kalian hendak kemari, saya sarankan untuk parkir kendaraan roda empat di Parkir Mesjid Agung saja, kemudian berjalan kaki kemari. Sebuah papan nama besar bertuliskan Purnama terlihat menyapa kedatanganku. Tampilan awal, kedai kopi ini seperti Kok Tong di Siantar. Tetapi sepertinya lebih tua ini. Nuasanya Asia sangat kental terlihat. Beberapa aksara Chinese terlihat di dinding depan. Ah iya, ini bukan Kok Tong, tetapi lebih menyerupai kedai-kedai kopi di Melaka sana.
Dari luar terlihat bahwa kedai kopi ini tidak terlalu besar. Ada satu pintu sedang di bagian tengah yang diapit oleh dua jendela, satu di kiri dan satu di kanan. Saya terus melangkahkan kaki ke dalam. Pada bagian depan terdapat 3 baris susunan meja dan kursi. Mejanya unik karena hanya cukup untuk 2 orang tamu saja. Setiap meja dilengkapi dengan 2 buah kursi yang saling berhadapan. Bagaimana jika datang beramai-ramai? Tenang saja, kita dapat merapatkan beberapa meja menjadi satu barisan penuh.
Saya sungguh kagum ketika masuk ke dalam. Ternyata kedai kopi Purnama sangat ramai pengunjungnya. Terlebih bahwa orang-orang tua membawa serta keluarga untuk berkunjung kesini. Di awal saya sempat berpikir bahwa kedai kopi ini akan ramai dikunjungi oleh remaja. Ternyata dugaanku salah pagi itu menjelang siang. Beberapa lukisan berbaris rapih menemani dinding kedai kopi.
Sapaan ramah para pramusaji membuyarkan lamunan. Saya jadi teringat kalau Egi sudah berada di dalam, ternyata Egi berada di bagian dalam lagi. Disini pengunjung dapat menikmati sajian sembari menikmati asap rokok. Ternyata di bagian belakang ini terlihat seperti ruang tamu dari bangsawan Tionghoa di masa lalu. Sebuah pintu ke bagian belakang terlihat diantaranya. Belakangan saya mengetahui jika kedai kopi ini sudah ada sejak tahun 1930. Bahkan sebelum saya lahir, sungguh luar biasa.
Pikiran saya sempat terfokus pada menu yang menuliskan Kopi Telur Panas. Saya sempat memikirkan kalau minuman ini akan menyerupai dengan Kopi Kocok di Banda Aceh. Secangkir kopi tersedia di meja dalam beberapa waktu. Aroma kopinya memang tidak terlalu menyengat. Hanya saja saya sempat meragukan Kopi Telur Panas ini. Karena nyaris tidak ada aroma amis yang dikeluarkan. Saya kembali menghirup aromnya, memang tidak berbau. Setelah saya mengaduk, barulah terlihat telur yang sudah bercampur dalam alunan kopi. Pada seruputan pertama, saya sempat kaget karena memang rasa susunya kurang terasa. Mereka benar benar pandai menghilangkan rasa telur sehingga saya tidak merasa eneg.
Karena baru saja sarapan di rumah, saya hanya memesan makanan yang favorit disini. Saya hanya menebak saja, biasanya menu yang tertera paling atas, biasanya menjadi menu andalan. Jadilah saya pesan Roti Selai Srikaya. Saya mencoba bernostalgia dengan menikmati Roti Selai Samahani. Kami berbicara kesana kemari dengan Egi dan temannya. Meski berada sama sama di Bandung, rasanya memang kami jarang berjumpa. Kalian mungkin paham, betapa kemacetan Bandung membuat kami enggan beranjak dari kediaman masing-masing.
Sepiring Roti Selai Srikaya kembali disajikan. Oh iya saya sebelumnya juga meminta gula aren karena kopi yang disajikan belum digulai. Saya sudah lama sekali tidak meminum kopi tanpa gula. Roti yang disajikan tidak hangat, sepertinya memang sudah dibuat secara masal. Rasanya lembut sekali, tidak keras. Uniknya lagi, roti ini sangat mudah ketika dipisahkan dengan garpu. Rasanya selai srikayanya sangat nikmat. Sepertinya Kedai Kopi Purnama tidak mau main main urusan selai. Dengan harga 20ribu rupiah satu porsi, rasanya ini sangat sesuai. Saya sempat merasakan ketika selai srikaya lumer di lidah. Dan sepertinya memang tanpa pemanis buatan.
Kedai ini juga menyajikan beberapa menu lainnya, beragam kopi, teh, susu, jahe, jeruk, dan minuman kemasan dalam botol. Kedai ini juga menyajikan roti manis, roti asin, tahu telur, lontong Cap Go Meh, nasi goreng, mie tiaw, yamin, baso, gado-gado dan masih banyak lagi. Sepertinya saya harus kembali ke Kedai Kopi Purnama untuk mencobai itu semua.
Kedai Kopi Puranama berada di Jalan Alkateri 22 Kota Bandung.
Instagram: @warungkopipurnama
No Whatsapp: 08112131930
Buka setiap hari pada pukul 06.30 - 22.00 wib.
Comments
Post a Comment