Huang Hun (黄昏)
Guo wan zheng ge xia tian
You shang bing mei you hao yi xie
Kai che xing shi zai
Gong lu wu ji wu bian
You li kai zi ji de gan jue
Chang bu wan yi shou ge
Pi juan hai sheng xia hei yan quan
Gan qing de shi jie shang hai
Zai suo nan mian
Huang hun zai mei zhong yao hei ye
Reff:
Yi ran ji de cong ni kou zhong
Shuo chu zai jian jian jue ru tie
Hun an zhong you zhong lie ri
Zhuo shen de cuo jue
Huang hun de di ping xian
Hua chu yi ji li bie
Ai qing jin ru yong ye
Yi ran ji de cong ni yan zhong hua luo
De lei shang xin yu jue
Hun luan zhong you zhong re lei
Shao shang de cuo jue
Huang hun de di ping xian
Ge duan xin fu xi yue
Xiang ai yi jing huan mie
Chang bu wan yi shou ge
Pi juan hai sheng xia hei yan quan
Gan qing de shi jie shang
Hai zai suo nan mian
Huang hun zai mei zhong yao hei ye
Reff:
Yi ran ji de cong ni kou zhong
Shuo chu zai jian jian jue ru tie
Hun an zhong you zhong lie ri
Zhuo shen de cuo jue
Huang hun de di ping xian
Hua chu yi ji li bie
Ai qing jin ru yong ye
Yi ran ji de cong ni yan zhong hua luo
De lei shang xin yu jue
Hun luan zhong you zhong re lei
Shao shang de cuo jue
Huang hun de di ping xian
Ge duan xin fu xi yue
Xiang ai yi jing huan mie
Lantunan lagu Huang Hun terdengar lembut di telinga, mengiringi langkah kaki saya menuju Roemah Oei di Lasem. "Huang Hun" (黄昏), yang berarti "Senja" dalam bahasa Mandarin, adalah lagu populer yang dinyanyikan oleh Zhou Chuan Xiong (周传雄). Lagu ini menggambarkan perasaan melankolis dan perpisahan, dengan lirik yang menyentuh hati.
Suasana yang tenang dan sedikit melankolis, seakan membawa saya kembali ke masa lalu. Dari depan, bangunan ini memancarkan pesona sejarah yang kental, dengan arsitektur Tionghoa yang elegan. Saya berhenti sejenak, mengagumi keindahannya. Di depan pintu, seorang penjaga tampak sedang menyapu halaman. Saya pun mendekat dan menyapa, meminta izin untuk masuk ke dalam museum. Dengan ramah, penjaga tersebut mengangguk dan meminta saya mengisi buku tamu serta menyumbang seikhlasnya ke dalam kotak yang tersedia. Saya pun dengan senang hati melakukannya.
Baca Juga: Pengalaman Seru Berkunjung ke Museum Kretek Kudus
Begitu memasuki Roemah Oei, saya langsung disambut dengan suasana yang penuh nuansa klasik. Ruangan yang teduh dengan perabotan antik memancarkan pesona masa lalu. Saya melihat dinding yang dihiasi dengan lukisan-lukisan tradisional, menambah kesan budaya yang kuat. Di dinding ruangan saya melihat tertata rapi foto-foto besar. Sepertinya ini foto keluarga dari pemilih Roemah Oei. Pemandangan di sekitar benar-benar mengajak saya untuk melupakan sejenak hiruk-pikuk dunia modern. Selain itu, saya juga melihat berbagai perabotan antik yang masih terawat dengan baik, seperti lemari kayu berukir yang elegan dan lampu gantung kuno yang menggantung di langit-langit. Setiap benda di dalamnya seakan memiliki cerita yang ingin dibagikan.
Benda-Benda Bermakna di Dalam Roemah Oei
Di dalam Roemah Oei, benda-benda bersejarah yang terpajang di setiap sudut ruangan bercerita tentang masa lalu yang kaya. Salah satunya adalah meja kerja yang tampaknya sudah berusia puluhan tahun. Setiap sirat kayunya seolah menyimpan kenangan tentang orang-orang yang pernah duduk dan berbincang di sini. Di dekat jendela, saya melihat sebuah meja kecil dengan pot tanaman yang tampak telah bertahun-tahun menemani keluarga Oei. Benda-benda tersebut, meskipun terlihat sederhana, memberi kesan kedekatan dengan sejarah yang hidup. Di samping meja, ada juga koleksi keramik yang diimpor dari Tiongkok pada zaman dulu, memperlihatkan pengaruh budaya Tionghoa yang kental di Roemah Oei.
Selain itu, saya juga menemukan sebuah jam dinding kuno yang masih berfungsi dengan baik. Jam tersebut berdetak pelan, seakan mengingatkan kita tentang waktu yang tidak pernah berhenti. Di bagian lain, ada sebuah kotak musik yang terbuat dari kayu, dengan ukiran halus di bagian atasnya. Kotak musik ini sepertinya pernah digunakan untuk menyimpan barang-barang berharga, dan suaranya yang merdu menambah kesan mistis di dalam ruangan. Semua benda ini bukan hanya sebagai pajangan, tetapi juga menjadi saksi bisu perjalanan waktu yang telah lama berlalu, namun tetap terjaga di sini, di Roemah Oei.
Saya juga melihat ada mesin ketik disana. Sepertinya banyak surat yang dilahirkan dari rumah ini. Terkesan bahwa pemilik merupakan cendekiawan muda di jamannya. Tapi wajar saja, di masa itu, belum semua masyarakat kita mempunyai dokumentasi foto diri dan alat tulis yang terbilang canggih.
Sejarah Roemah Oei
Roemah Oei berdiri pada tahun 1818, dibangun oleh Oei Am, seorang perantau asal Fujian, Tiongkok. Setelah tiba di Lasem pada usia 15 tahun, Oei Am memutuskan untuk menetap dan menikahi Tjioe Nio, seorang wanita lokal yang mahir menari dan membatik. Seiring berjalannya waktu, Roemah Oei menjadi saksi dari perjalanan keluarga Oei yang sukses dalam bidang perdagangan dan budaya. Bangunan ini merupakan perpaduan arsitektur Tionghoa, Eropa, dan Jawa, yang mencerminkan kehidupan multikultural yang ada di Lasem pada masa itu. Roemah Oei bukan hanya sebuah rumah, tetapi juga simbol dari sejarah dan kebudayaan yang kaya, yang masih terus hidup hingga kini.
Seiring berjalannya waktu, Roemah Oei menjadi sebuah destinasi wisata yang sangat menarik. Pengunjung yang datang dapat merasakan langsung atmosfer rumah bersejarah ini sambil mempelajari sejarah dan budaya Lasem. Tidak hanya sebagai tempat wisata, Roemah Oei juga berfungsi sebagai museum yang memamerkan berbagai benda bersejarah milik keluarga Oei, dari perabotan antik hingga koleksi keramik Tiongkok. Di sinilah, pengunjung dapat merasakan kehangatan sejarah, serta keindahan arsitektur dan budaya yang telah bertahan lebih dari dua abad.
Kopi Lelet
Saya menikmati secangkir kopi lelet di teras Roemah Oei, meresapi setiap tetesnya yang hangat dan penuh citarasa. Kopi lelet adalah kopi khas Lasem yang disajikan dengan cara unik, menggunakan alat saringan bambu yang disebut lelet. Proses penyaringannya yang perlahan memberikan rasa yang lebih pekat dan kental. Campuran kopi yang sedikit pahit dipadukan dengan manisnya gula kelapa, menciptakan sensasi yang pas di lidah. Saya duduk santai di kursi rotan, menyesap kopi sambil menikmati udara pagi yang segar, membawa ketenangan dalam setiap hembusan angin. Harga yang ditawarkan sangat terjangkau, secangkir Kopi Lelet ditawarkan 5 ribu rupiah. Disana juga saya memesan roti bakar untuk teman kopi pagi seharga 10 ribu rupiah.
Suasana pagi di Roemah Oei sangat tenang, dengan sedikit sekali pengunjung karena hari ini bukan akhir pekan. Hanya ada beberapa orang yang sedang duduk-duduk di sekitar teras, menikmati waktu pagi mereka. Lingkungan sekitar tampak damai, dengan pepohonan yang rimbun di sekelilingnya dan cahaya matahari yang perlahan menembus antara dedaunan. Suara burung berkicau lembut, seolah menyambut hari baru, sementara udara yang masih sejuk menambah kesan nyaman di tempat ini. Saya merasa seolah dunia berjalan lambat, memberi ruang untuk menikmati setiap detik yang ada.
Karena suasana yang masih sepi, saya bebas mengeksplorasi area Roemah Oei. Saya berjalan perlahan, mengambil gambar dan video dari berbagai sudut bangunan yang penuh dengan sejarah. Dari pintu berukir yang cantik hingga perabotan antik yang terawat, semuanya tampak begitu fotogenik. Setiap detail, seperti lampu gantung kuno dan ukiran kayu di dinding, memberikan kesan nostalgia yang mengajak saya untuk merenung. Dengan kamera di tangan, saya berkeliling, mengabadikan momen berharga ini, menyelami sejarah melalui lensa, dan merasakan kedamaian yang hadir di setiap sudut Roemah Oei.
Update Artikel Pilihan Lainnya Dari Blog Kami di Google News Henri Sinurat
Comments
Post a Comment